Sebar duit ratusan juta
Anda tahu orang indonesia sebar duit hingga ratusan juta? Dialah Tung Desem Waringin. Baca profile Tung Desem Waringin disini.
Pemecah recor penggemar terbanyak
Motivator Mario Teguh mengukuhkan rekor dunia fan Facebooknya yang beranggotakan lebih dari satu juta orang. Pencapaian ini tidak hanya menjadi rekor di Indonesia, melainkan juga merupakan rekor dunia untuk motivator dengan penggemar terbanyak.
Kick Andy always present
the spirit with most inspiring human's stories, masuk dalam museum rekor-Dunia Indonesia 2010, Acara televisi Paling Menjunjung Tinggi Nilai Kemanusiaan..
Visidigital multimedia sharing website
Website multimedia sharing berbasis php, menggunakan engine phpmotion
Menyejukan Kemarahan
Terinspirasi dari Anthony de Mello, suatu waktu ada gadis desa yang hamil tanpa suami. Tentu saja orang tuanya mengamuk, kemudian memaksa agar puterinya menunjuk lelaki yang menghamilinya. Di tengah kekalutan, remaja belasan tahun ini kemudian menunjuk orang tua bijaksana di pinggir hutan. Dan marahlah warga desa, kemudian ramai-ramai menyerahkan gadis hamil ini. Di tengah amukan dan cacian warga, orang tua bijaksana ini menerima gadis hamil tadi dengan berucap tenang: “baiklah!”.
Bertahun-tahun gadis hamil ini dirawat baik. Tanpa keluhan, tanpa keributan, tanpa kemarahan. Merasa dirinya diperlakukan sangat baik, ibu muda ini dihinggapi rasa bersalah mendalam kepada orang tua bijaksana tadi. Kemudian mengaku ke orang desa bahwa bukan orang tua bijaksana itu yang menghamilinya, melainkan sejumlah lelaki tidak bertanggungjawab. Maka kembalilah warga desa ke pinggir hutan sambil minta maaf. Lagi-lagi orang tua bijaksana ini berucap pelan: “baiklah”.
Di mata kepintaran, orang tua bijaksana ini masuk kotak kebodohan, tapi di mata mahluk tercerahkan orang tua ini sudah mengalami kesempurnaan kesabaran sebagai ciri mahluk tercerahkan.
Bila boleh jujur, keseharian manusia di mana-mana penuh kemarahan. Di Amerikat Serikat daftar kemarahan pada Barrack Obama semakin panjang. Di negeri ini, kemacetan jalan, politisi yang miskin empati, sampai korupsi yang menyentuh hati menjadi api pembakar kemarahan. Lebih-lebih ketika bencana, kemarahan pengungsi, kemarahan media, kemarahan pengamat semuanya tumpah pada tuduhan pemerintah yang lamban. Ujungnya mudah ditebak, api yang mau dipadamkan dengan api berakhir dengan keseharian yang semakin terbakar.
Merawat Kemarahan
Sejujurnya tidak ada manusia yang berniat marah. Kendati demikian, tetap saja kita digoda kemarahan. Bila digali lebih dalam, sesungguhnya manusia mewarisi bibit-bibit kemarahan dari orang tua, sekolah, lingkungan. Bibit-bibit ini kemudian disirami dengan menonton televisi yang berisi perkelahian, radio yang memberitakan kebencian, media cetak yang laris justru dengan berita kriminalitas, pemimpin yang miskin keteladanan. Sehingga tanpa perbaikan serius, manusia akan terus dibakar kemarahan.
Berbeda dengan logika sebagian ilmu kedokteran Barat yang membuang organ tubuh bermasalah, meditasi mengajarkan untuk merawat kemarahan. Tatkala sakit kepala tidak mungkin seseorang membuang kepalanya. Melainkan merawat kepalanya, kemudian baru kesembuhan mungkin terjadi. Hal serupa terjadi dengan kemarahan, membuang kemarahan serupa membuang malam dan hanya mau siang.
Merawat bibit kemarahan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Memandang kemarahan secara mendalam adalah sebuah pendekatan. Sejujurnya kemarahan terjadi bukan karena godaan orang, melainkan lebih banyak terjadi karena kita sudah memiliki bibitnya di dalam. Godaan yang datang dari luar serupa angin yang meniup jerami yang sudah terbakar. Dengan demikian, memarahi mereka yang menimbulkan kemarahan serupa dengan mengejar orang yang melempar rumah kita yang berisi bensin dengan api. Begitu balik, rumahnya sudah terbakar habis.
Karena itulah, lebih disarankan untuk merawat bibit kemarahan yang ada di dalam. Tolehlah ke dalam ketika kemarahan datang, belajar tersenyum karena senyuman menandakan Anda jadi tuan bukan korban kehidupan. Setelah tersenyum, tarik nafas pelan-pelan, rasakan segarnya hidung ketika udara masuk. Bila boleh jujur, ada rahasia kesegaran, ketenangan, kebeningan di balik ketekunan memperhatikan nafas. Disamping itu, nafas membantu manusia terhubung dengan saat ini. Karena sebagaimana kita tahu, masa lalu sudah lewat, masa depan belum datang, satu-satunya uang tunai kehidupan yang bisa dinikmati dan disyukuri adalah saat ini. Makanya, dalam bahasa Inggris masa kini disebut the present (hadiah). Indah, sejuk, lembut, penuh persahabatan dan kasih sayang, itulah hadiah buat mereka yang rajin terhubung dengan kekinian melalui memperhatikan nafas.
Di samping memperhatikan nafas, bibit kemarahan juga bisa dirawat dengan meditasi jalan. Terutama dengan melihat hakekat semua fenomena (termasuk kemarahan) yang muncul lenyap sebagaimana langkah kaki. Membadankan dalam-dalam bahwa semuanya muncul lenyap bisa menjadi awal terbukanya pintu kebebasan.
Sebagai tambahan, mengerti dengan penuh belas kasih bahwa orang yang menyakiti sesungguhnya sedang menderita, adalah pendekatan lain. Ia yang bisa melihat penderitaan orang yang menyakiti, mengalami transformasi di dalam. Dari mau menghukum menjadi mau menolong.
Keindahan Bumi
Banyak orang memimpikan tanah suci. Semacam tanah yang penuh kebahagiaan sekaligus tanpa penderitaan. Namun bagi ia yang memandang secara mendalam, membuka pintu belas kasih, tanah suci bukan saja tempat yang bisa ditemukan setelah kematian. Di bumi ini manusia bisa menemukan tanah suci. Meminjam Thich Nhat Hanh, bukan berjalan di atas air menjadi keajaiban, berjalan di atas bumi menjadi keajaiban. Terutama dengan merasakan setiap langkah berisi belaian belas kasih Ibu pertiwi.
Ini mungkin terjadi, bila pertama-tama tentu belajar menyejukkan kemarahan karena kemarahan membuat bumi penuh api. Setelah kemarahan tersejukkan terlihat terang, kita semua sama yakni mau bahagia dan tidak mau menderita. Lebih mudah membuat bumi ini sejuk dengan melihat kesamaan-kesamaan dibandingkan bertempur tentang perbedaan.
Makanya, ketika seorang ayah ditanya putranya apakah tanah suci berisi penderitaan, dengan lembut ayahnya menjawab: “Tanah suci berisi penderitaan. Bedanya, di tempat ini penderitaan sudah diolah menjadi pupuk organik yang sudah diletakkan di bawah pohon bunga”. Inilah puncak kegiatan menyejukkan kemarahan, semua hal yang dibenci diolah menjadi pupuk organik pengertian. Kesedihan adalah sampah, namun bila bisa mengolahnya akan menjadi bunga pencerahan kemudian. Kebahagiaan adalah bunga, tapi jika tidak mampu merawatnya bisa menjadi sampah kesedihan kemudian.
Bertahun-tahun gadis hamil ini dirawat baik. Tanpa keluhan, tanpa keributan, tanpa kemarahan. Merasa dirinya diperlakukan sangat baik, ibu muda ini dihinggapi rasa bersalah mendalam kepada orang tua bijaksana tadi. Kemudian mengaku ke orang desa bahwa bukan orang tua bijaksana itu yang menghamilinya, melainkan sejumlah lelaki tidak bertanggungjawab. Maka kembalilah warga desa ke pinggir hutan sambil minta maaf. Lagi-lagi orang tua bijaksana ini berucap pelan: “baiklah”.
Di mata kepintaran, orang tua bijaksana ini masuk kotak kebodohan, tapi di mata mahluk tercerahkan orang tua ini sudah mengalami kesempurnaan kesabaran sebagai ciri mahluk tercerahkan.
Bila boleh jujur, keseharian manusia di mana-mana penuh kemarahan. Di Amerikat Serikat daftar kemarahan pada Barrack Obama semakin panjang. Di negeri ini, kemacetan jalan, politisi yang miskin empati, sampai korupsi yang menyentuh hati menjadi api pembakar kemarahan. Lebih-lebih ketika bencana, kemarahan pengungsi, kemarahan media, kemarahan pengamat semuanya tumpah pada tuduhan pemerintah yang lamban. Ujungnya mudah ditebak, api yang mau dipadamkan dengan api berakhir dengan keseharian yang semakin terbakar.
Merawat Kemarahan
Sejujurnya tidak ada manusia yang berniat marah. Kendati demikian, tetap saja kita digoda kemarahan. Bila digali lebih dalam, sesungguhnya manusia mewarisi bibit-bibit kemarahan dari orang tua, sekolah, lingkungan. Bibit-bibit ini kemudian disirami dengan menonton televisi yang berisi perkelahian, radio yang memberitakan kebencian, media cetak yang laris justru dengan berita kriminalitas, pemimpin yang miskin keteladanan. Sehingga tanpa perbaikan serius, manusia akan terus dibakar kemarahan.
Berbeda dengan logika sebagian ilmu kedokteran Barat yang membuang organ tubuh bermasalah, meditasi mengajarkan untuk merawat kemarahan. Tatkala sakit kepala tidak mungkin seseorang membuang kepalanya. Melainkan merawat kepalanya, kemudian baru kesembuhan mungkin terjadi. Hal serupa terjadi dengan kemarahan, membuang kemarahan serupa membuang malam dan hanya mau siang.
Merawat bibit kemarahan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Memandang kemarahan secara mendalam adalah sebuah pendekatan. Sejujurnya kemarahan terjadi bukan karena godaan orang, melainkan lebih banyak terjadi karena kita sudah memiliki bibitnya di dalam. Godaan yang datang dari luar serupa angin yang meniup jerami yang sudah terbakar. Dengan demikian, memarahi mereka yang menimbulkan kemarahan serupa dengan mengejar orang yang melempar rumah kita yang berisi bensin dengan api. Begitu balik, rumahnya sudah terbakar habis.
Karena itulah, lebih disarankan untuk merawat bibit kemarahan yang ada di dalam. Tolehlah ke dalam ketika kemarahan datang, belajar tersenyum karena senyuman menandakan Anda jadi tuan bukan korban kehidupan. Setelah tersenyum, tarik nafas pelan-pelan, rasakan segarnya hidung ketika udara masuk. Bila boleh jujur, ada rahasia kesegaran, ketenangan, kebeningan di balik ketekunan memperhatikan nafas. Disamping itu, nafas membantu manusia terhubung dengan saat ini. Karena sebagaimana kita tahu, masa lalu sudah lewat, masa depan belum datang, satu-satunya uang tunai kehidupan yang bisa dinikmati dan disyukuri adalah saat ini. Makanya, dalam bahasa Inggris masa kini disebut the present (hadiah). Indah, sejuk, lembut, penuh persahabatan dan kasih sayang, itulah hadiah buat mereka yang rajin terhubung dengan kekinian melalui memperhatikan nafas.
Di samping memperhatikan nafas, bibit kemarahan juga bisa dirawat dengan meditasi jalan. Terutama dengan melihat hakekat semua fenomena (termasuk kemarahan) yang muncul lenyap sebagaimana langkah kaki. Membadankan dalam-dalam bahwa semuanya muncul lenyap bisa menjadi awal terbukanya pintu kebebasan.
Sebagai tambahan, mengerti dengan penuh belas kasih bahwa orang yang menyakiti sesungguhnya sedang menderita, adalah pendekatan lain. Ia yang bisa melihat penderitaan orang yang menyakiti, mengalami transformasi di dalam. Dari mau menghukum menjadi mau menolong.
Keindahan Bumi
Banyak orang memimpikan tanah suci. Semacam tanah yang penuh kebahagiaan sekaligus tanpa penderitaan. Namun bagi ia yang memandang secara mendalam, membuka pintu belas kasih, tanah suci bukan saja tempat yang bisa ditemukan setelah kematian. Di bumi ini manusia bisa menemukan tanah suci. Meminjam Thich Nhat Hanh, bukan berjalan di atas air menjadi keajaiban, berjalan di atas bumi menjadi keajaiban. Terutama dengan merasakan setiap langkah berisi belaian belas kasih Ibu pertiwi.
Ini mungkin terjadi, bila pertama-tama tentu belajar menyejukkan kemarahan karena kemarahan membuat bumi penuh api. Setelah kemarahan tersejukkan terlihat terang, kita semua sama yakni mau bahagia dan tidak mau menderita. Lebih mudah membuat bumi ini sejuk dengan melihat kesamaan-kesamaan dibandingkan bertempur tentang perbedaan.
Makanya, ketika seorang ayah ditanya putranya apakah tanah suci berisi penderitaan, dengan lembut ayahnya menjawab: “Tanah suci berisi penderitaan. Bedanya, di tempat ini penderitaan sudah diolah menjadi pupuk organik yang sudah diletakkan di bawah pohon bunga”. Inilah puncak kegiatan menyejukkan kemarahan, semua hal yang dibenci diolah menjadi pupuk organik pengertian. Kesedihan adalah sampah, namun bila bisa mengolahnya akan menjadi bunga pencerahan kemudian. Kebahagiaan adalah bunga, tapi jika tidak mampu merawatnya bisa menjadi sampah kesedihan kemudian.
Membuka Pintu Kehidupan
Memasuki kantor cabang bank akhir-akhir ini, nyaris semua petugas keamanan membukakan pintu lengkap dengan senyumannya. Petugas keamanan bank seperti memberi inspirasi bagaimana membuka pintu kehidupan. Dulu, suasana seperti itu hanya ada di hotel berbintang lima.
Bila boleh bersyukur, inilah tanda-tanda kemajuan peradaban. Dunia korporasi tidak saja sedang mengeruk kekayaan materi masyarakat, namun juga menjadi kekuatan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik.
Ini menggembirakan, karena berbeda dengan puluhan tahun lalu di mana dana penelitian dan pengembangan (sebagai barometer ke mana masa depan akan dibawa) terkonsentrasi di pemerintahan, belakangan bergeser ke dunia korporasi.
Bila penentu masa depan juga memikirkan peradaban, tidak saja kekayaan materi, sungguh sebuah kecenderungan yang membahagiakan. Setidak-tidaknya kita akan mewariskan kehidupan yang lebih beradab ke generasi berikutnya.
Akan lebih membahagiakan lagi bila dunia perbankan juga memikirkan, tidak saja mengambil keuntungan, melainkan juga memfasilitasi karyawannya menjadi motor perubahan menuju masyarakat yang jujur, berintegritas dan penuh pelayanan. Di mana-mana di dunia ini sekarang, amat berat bila meletakkan harapan perubahan hanya pada pemerintah. Tidak saja birokrasi menjadi pihak yang paling sulit untuk dirubah, namun semakin sedikit tenaga potensial yang tertarik berkarir di birokrasi. Dalam bahasa Franz Kafka, semua revolusi berhenti di birokrasi yang mandek tidak berubah.
Dalam perspektif ini, dunia perbankan dan korporasi memberi harapan akan perubahan kualitas peradaban. Cuman, tidak semua kecenderungan menggembirakan. Sebelum meletus bom teroris di Bali, suasana hotel di Bali terasa sangat beradab. Sanur, Kuta, Nusa Dua, Ubud suasana hotelnya mirip sekali dengan peradaban di Australia, Jepang dan Eropa. Rapi, teratur, tenang, saling menghormati, penuh senyuman. Namun sekarang, ketika tamu sarapan pagi terlihat jelas, di atas makanan yang disediakan ada peringatan: “Not to be taken away“. Makanan dan minuman hanya dimakan di sini, tidak untuk dibungkus dibawa pergi. Lebih dari itu, suasananya sudah mendekati pasar tradisional yang riuh dan gemuruh.
Tentu saja ini tidak melulu menjadi salah manajemen hotel. Namun, sebagaimana setiap kesalahan, ia bersifat interaktif. Setelah cerita bom Bali, porsi tamu ke Bali memang banyak yang datang dari domestik dan tamu Asia. Namun dari segi pengelola hotel juga serupa, mentang-mentang tamunya tidak berambut coklat, kualitas penanganannya tidak seberadab dulu.
Ini terbalik dengan apa yang sedang terjadi di dunia perbankan. Sehingga bila dulu perbankan belajar pelayanan ke perhotelan, mungkin sekarang saatnya perhotelan belajar pelayanan dari perbankan. Sebagaimana dituturkan rapi sejarah, dulu uang hanya lari ke pihak-pihak yang memegang kekuasaan atau kroni dekatnya. Sekarang, uang mulai banyak berputar di sekitar manusia yang mengutamakan pelayanan, kejujuran, rasa hormat pada orang lain. Jebolnya institusi keuangan di Barat mempercepat proses ini. Di Indonesia, ada perusahaan sawit yang kontrak penjualannya dibatalkan sejumlah perusahaan asing karena ditekan organisasi lingkungan Green Peace.
Ini menghadirkan daya tekan keras untuk merubah peradaban dimulai dari dunia korporasi. Dalam bahasa novelis Thomas Hardy: “Hidup adalah kesempatan untuk belajar, melayani dan mencintai”. Awalnya, mencintai dan melayani seperti mengorbankan sesuatu buat orang lain. Ada ketidakrelaan di sana karena berkorban. Namun, ketika mencintai dan melayani dilakukan terus menerus penuh ketulusan, perasaan berkorbannya menghilang, yang muncul hanyalah senyuman yang membahagiakan.
Tidak saja bibir kita yang tersenyum, seluruh isi semesta terlihat tersenyum. Rumput hijau, bunga mekar, langit biru, samudera luas, bahkan isteri cerewet pun terlihat mewakili senyuman semesta. Bukankah istri cerewet hanyalah bel kesadaran untuk senantiasa sabar dan rendah hati?
Inilah kehidupan yang pintunya sudah terbuka. Di titik ini, tidak lagi diperlukan keluhan apa lagi perkelahian. Semuanya hanya putaran waktu yang melukis keindahan. Sesederhana air di sungai, ia tidak saja sedang pulang ke rumah samudera, namun di perjalanan juga melukis keindahan.
Bila boleh bersyukur, inilah tanda-tanda kemajuan peradaban. Dunia korporasi tidak saja sedang mengeruk kekayaan materi masyarakat, namun juga menjadi kekuatan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik.
Ini menggembirakan, karena berbeda dengan puluhan tahun lalu di mana dana penelitian dan pengembangan (sebagai barometer ke mana masa depan akan dibawa) terkonsentrasi di pemerintahan, belakangan bergeser ke dunia korporasi.
Bila penentu masa depan juga memikirkan peradaban, tidak saja kekayaan materi, sungguh sebuah kecenderungan yang membahagiakan. Setidak-tidaknya kita akan mewariskan kehidupan yang lebih beradab ke generasi berikutnya.
Akan lebih membahagiakan lagi bila dunia perbankan juga memikirkan, tidak saja mengambil keuntungan, melainkan juga memfasilitasi karyawannya menjadi motor perubahan menuju masyarakat yang jujur, berintegritas dan penuh pelayanan. Di mana-mana di dunia ini sekarang, amat berat bila meletakkan harapan perubahan hanya pada pemerintah. Tidak saja birokrasi menjadi pihak yang paling sulit untuk dirubah, namun semakin sedikit tenaga potensial yang tertarik berkarir di birokrasi. Dalam bahasa Franz Kafka, semua revolusi berhenti di birokrasi yang mandek tidak berubah.
Dalam perspektif ini, dunia perbankan dan korporasi memberi harapan akan perubahan kualitas peradaban. Cuman, tidak semua kecenderungan menggembirakan. Sebelum meletus bom teroris di Bali, suasana hotel di Bali terasa sangat beradab. Sanur, Kuta, Nusa Dua, Ubud suasana hotelnya mirip sekali dengan peradaban di Australia, Jepang dan Eropa. Rapi, teratur, tenang, saling menghormati, penuh senyuman. Namun sekarang, ketika tamu sarapan pagi terlihat jelas, di atas makanan yang disediakan ada peringatan: “Not to be taken away“. Makanan dan minuman hanya dimakan di sini, tidak untuk dibungkus dibawa pergi. Lebih dari itu, suasananya sudah mendekati pasar tradisional yang riuh dan gemuruh.
Tentu saja ini tidak melulu menjadi salah manajemen hotel. Namun, sebagaimana setiap kesalahan, ia bersifat interaktif. Setelah cerita bom Bali, porsi tamu ke Bali memang banyak yang datang dari domestik dan tamu Asia. Namun dari segi pengelola hotel juga serupa, mentang-mentang tamunya tidak berambut coklat, kualitas penanganannya tidak seberadab dulu.
Ini terbalik dengan apa yang sedang terjadi di dunia perbankan. Sehingga bila dulu perbankan belajar pelayanan ke perhotelan, mungkin sekarang saatnya perhotelan belajar pelayanan dari perbankan. Sebagaimana dituturkan rapi sejarah, dulu uang hanya lari ke pihak-pihak yang memegang kekuasaan atau kroni dekatnya. Sekarang, uang mulai banyak berputar di sekitar manusia yang mengutamakan pelayanan, kejujuran, rasa hormat pada orang lain. Jebolnya institusi keuangan di Barat mempercepat proses ini. Di Indonesia, ada perusahaan sawit yang kontrak penjualannya dibatalkan sejumlah perusahaan asing karena ditekan organisasi lingkungan Green Peace.
Ini menghadirkan daya tekan keras untuk merubah peradaban dimulai dari dunia korporasi. Dalam bahasa novelis Thomas Hardy: “Hidup adalah kesempatan untuk belajar, melayani dan mencintai”. Awalnya, mencintai dan melayani seperti mengorbankan sesuatu buat orang lain. Ada ketidakrelaan di sana karena berkorban. Namun, ketika mencintai dan melayani dilakukan terus menerus penuh ketulusan, perasaan berkorbannya menghilang, yang muncul hanyalah senyuman yang membahagiakan.
Tidak saja bibir kita yang tersenyum, seluruh isi semesta terlihat tersenyum. Rumput hijau, bunga mekar, langit biru, samudera luas, bahkan isteri cerewet pun terlihat mewakili senyuman semesta. Bukankah istri cerewet hanyalah bel kesadaran untuk senantiasa sabar dan rendah hati?
Inilah kehidupan yang pintunya sudah terbuka. Di titik ini, tidak lagi diperlukan keluhan apa lagi perkelahian. Semuanya hanya putaran waktu yang melukis keindahan. Sesederhana air di sungai, ia tidak saja sedang pulang ke rumah samudera, namun di perjalanan juga melukis keindahan.
"http://gedeprama.blogdetik.com/2012/02/06/membuka-pintu-kehidupan/"
Hanya kebaikan yang membaikkan
Sebagian besar dari saudara kita sedang hidup diapit antara kenaikan biaya hidup dan lambannya pertumbuhan pendapatan.
Masing-masing dari kita yang berhati baik telah membantu dengan materi, dengan nasihat dan anjuran bagi kemandirian ekonomi, dan dengan doa bagi kebaikan hidup mereka dan kita.
Memperhatikan dinamika sosial yang sedang berlangsung akhir-akhir ini, sebaiknya setiap dari kita yang lebih baik pendidikan, kedudukan sosial dan ekonominya untuk menasihatkan dan neneladankan sikap, perkataan, dan perilaku yang memajukan kedamaian dan kemandirian dalam mengunduh rezeki Tuhan.
Marilah kita mencegah perilaku orang-orang yang menghasut dan menyulut permusuhan dan pertikaian dalam masyarakat yang sedang gelisah dan mudah marah ini.
Kepada Anda yang saat ini menjadi pemimpin dan pejabat, kurangilah bicara yang mengesankan keberpihakan kepada ketidak-jujuran dan ketidak-adilan.
Jagalah harta rakyat dan cegahlah pencurian yang bisa mengurangi kemampuan kita untuk membiayai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan layak.
Pastikanlah bahwa rakyat jelata tidak harus mengikhlaskan hak mereka untuk membiayai pola hidup mewah para pencuri.
Selamatkanlah rakyat dari beban yang tidak perlu untuk memikul biaya hidup yang seharusnya lebih ringan jika kita semua bekerja dengan lebih amanah.
Janganlah sampai berita mengenai mudahnya orang mencuri hak rakyat, lebih keras terdengar daripada upaya kita mencegah pencurian.
Tetapkanlah hukuman bagi para pencuri, yang seberat-beratnya dan dengan ketegasan jiwa yang amanah, termasuk kepada diri Anda sendiri.
Janganlah kita menjadi penyebab kerinduan masyarakat untuk kembali ke kehidupan masa lalu yang dulu sempat kita cemooh.
Kepada kita semua, janganlah menghujat ketidak-amanahan pemimpin, karena pemimpin hanya sebaik mereka yang memilihnya.
Kepada pemimpin, janganlah mengeluhkan rendahnya kepatuhan masyarakat, karena Anda juga adalah cerminan dari sikap masyarakat yang mengangkat Anda.
Kita tidak akan menemukan kebaikan di jalan yang selain kebaikan.
Hanya kebaikan yang membaikkan.
Yang selain itu adalah masa yang menunggu teguran keras dari langit yang sedang ditangguhkan dan yang bisa disegerakan masa mulainya.
Marilah kita mengembalikan harapan hidup dan kepatuhan kita hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Marilah kita jadikan Indonesia sebagai tanah air yang damai, sejahtera, dan membahagiakan setiap jiwa rakyatnya.
Marilah kita kembalikan semuanya kepada yang benar.
Masing-masing dari kita yang berhati baik telah membantu dengan materi, dengan nasihat dan anjuran bagi kemandirian ekonomi, dan dengan doa bagi kebaikan hidup mereka dan kita.
Memperhatikan dinamika sosial yang sedang berlangsung akhir-akhir ini, sebaiknya setiap dari kita yang lebih baik pendidikan, kedudukan sosial dan ekonominya untuk menasihatkan dan neneladankan sikap, perkataan, dan perilaku yang memajukan kedamaian dan kemandirian dalam mengunduh rezeki Tuhan.
Marilah kita mencegah perilaku orang-orang yang menghasut dan menyulut permusuhan dan pertikaian dalam masyarakat yang sedang gelisah dan mudah marah ini.
Kepada Anda yang saat ini menjadi pemimpin dan pejabat, kurangilah bicara yang mengesankan keberpihakan kepada ketidak-jujuran dan ketidak-adilan.
Jagalah harta rakyat dan cegahlah pencurian yang bisa mengurangi kemampuan kita untuk membiayai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan layak.
Pastikanlah bahwa rakyat jelata tidak harus mengikhlaskan hak mereka untuk membiayai pola hidup mewah para pencuri.
Selamatkanlah rakyat dari beban yang tidak perlu untuk memikul biaya hidup yang seharusnya lebih ringan jika kita semua bekerja dengan lebih amanah.
Janganlah sampai berita mengenai mudahnya orang mencuri hak rakyat, lebih keras terdengar daripada upaya kita mencegah pencurian.
Tetapkanlah hukuman bagi para pencuri, yang seberat-beratnya dan dengan ketegasan jiwa yang amanah, termasuk kepada diri Anda sendiri.
Janganlah kita menjadi penyebab kerinduan masyarakat untuk kembali ke kehidupan masa lalu yang dulu sempat kita cemooh.
Kepada kita semua, janganlah menghujat ketidak-amanahan pemimpin, karena pemimpin hanya sebaik mereka yang memilihnya.
Kepada pemimpin, janganlah mengeluhkan rendahnya kepatuhan masyarakat, karena Anda juga adalah cerminan dari sikap masyarakat yang mengangkat Anda.
Kita tidak akan menemukan kebaikan di jalan yang selain kebaikan.
Hanya kebaikan yang membaikkan.
Yang selain itu adalah masa yang menunggu teguran keras dari langit yang sedang ditangguhkan dan yang bisa disegerakan masa mulainya.
Marilah kita mengembalikan harapan hidup dan kepatuhan kita hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Marilah kita jadikan Indonesia sebagai tanah air yang damai, sejahtera, dan membahagiakan setiap jiwa rakyatnya.
Marilah kita kembalikan semuanya kepada yang benar.
Tidak ada jiwa yang aslinya jahat.
Tidak ada jiwa yang aslinya jahat. Yang ada adalah jiwa baik yang sedang salah dan perlu bantuan.
Dia yang sedang berlaku jahat kepada dirinya dan kepada orang lain adalah sebetulnya jiwa-jiwa baik yang tersiksa oleh kurangnya pengertian dan kasih sayang, baik itu yang berasal dari dirinya sendiri atau karena ketidak-pedulian orang lain.
Marilah kita lebih berkasih sayang.
Bersabarlah dengan kekasarannya, yang bahkan akan memaki dan menghujatmu karena nasihat-nasihat baikmu.
Dia tidak membencimu. Dia membenci keadaannya sendiri, dan sedang sangat marah kepada dirinya sendiri yang tak kunjung ikhlas menyerahkan diri kepada kebaikan.
Semoga Tuhan menggantikan kemarahan dan kebencian di hati kita dengan kasih sayang dan kelembutan.
Marilah kita lebih berkasih sayang.
Bersabarlah dengan kekasarannya, yang bahkan akan memaki dan menghujatmu karena nasihat-nasihat baikmu.
Dia tidak membencimu. Dia membenci keadaannya sendiri, dan sedang sangat marah kepada dirinya sendiri yang tak kunjung ikhlas menyerahkan diri kepada kebaikan.
Semoga Tuhan menggantikan kemarahan dan kebencian di hati kita dengan kasih sayang dan kelembutan.
KEBAIKAN TIDAK MEMILIKI BATAS MASA BERLAKU
Tubuh kita memang memiliki masa berlaku yang terbatas, tapi jiwa kita akan hidup abadi, dalam keindahan kehidupan setelah kehidupan ini.
Kita yang hidup dalam kejujuran, kesyukuran, dan kerja keras bagi kebaikan hidup keluarga dan sesama, akan hidup panjang dalam kebaikan yang kita tinggalkan.
Kebaikan menjadikan nama kita terus hidup, walau kita telah meninggalkan dunia ini.
Dan demikian juga, keburukan yang dilakukan oleh mereka yang tidak jujur dan tidak amanah, akan memanjangkan nama buruk mereka, yang menjadi warisan yang tidak membanggakan anak-anak dan cucu-cucu.
Marilah kita hidup dengan cara yang akan melestarikan nama kita dalam wewangian kebaikan jauh ke masa depan.
Mario Teguh - Loving you all as always
Kita yang hidup dalam kejujuran, kesyukuran, dan kerja keras bagi kebaikan hidup keluarga dan sesama, akan hidup panjang dalam kebaikan yang kita tinggalkan.
Kebaikan menjadikan nama kita terus hidup, walau kita telah meninggalkan dunia ini.
Dan demikian juga, keburukan yang dilakukan oleh mereka yang tidak jujur dan tidak amanah, akan memanjangkan nama buruk mereka, yang menjadi warisan yang tidak membanggakan anak-anak dan cucu-cucu.
Marilah kita hidup dengan cara yang akan melestarikan nama kita dalam wewangian kebaikan jauh ke masa depan.
Mario Teguh - Loving you all as always